NIAR BORU DAMANIK MENGAJAK BORU SIMALUNGUN UNTUK MEMAKAI BULANG SULAPPEI
(TUDUNG SULAPPEI)
SEBAGAI USAHA PELESTARIAN PENANDA JATI DIRI

Niar Damanik dan Bulang Sulappei 1
Neosimalungunjaya.com – Niar Damanik (50) sangat bangga memakai Bulang Sulappei (Tudung Sulappei) dalam aktifitas kesehariannya. Pemakaian bulang sulappei – tudung kepala perempuan Simalungun berbahan hiou – sudah dilakoninya sejak tahun 2015 lalu. Bulang Sulappei adalah sejenis kain tenun khusus suku Simalungun untuk keperluan penutup kepala (tudung) bagi perempuan Simalungun sejak masa kerajaan dahulu.
Suatu ketika Niar Damanik, terlibat diskusi alot dengan sesama Pegiat Budaya Simalungun di Jakarta soal pentingnya atribut daerah, khususnya simbol jati diri perempuan suku Simalungun. Diskusi itu tidak berlalu begitu saja, karena ia sudah terlanjur dibayangi pertanyaan yang membuatnya berpikir keras sebagai seorang boru Simalungun – perempuan Simalungun:
“Apa kiranya yang bisa menjadi ciri khas perempuan Simalungun kini?Atau persisnya, apa kiranya yang bisa dijadikan penanda bagi perempuan Simalungun modern?”

Niar Damanik dan Bulang Sulappei 2
Niar Damanik Menemukan Jawabannya!

Niar Damanik dan Oppung boru Simarmata
Pertanyaan itu menuntunnya untuk menelusuri lebih jauh. Ia lalu teringat akan kebiasaan para orangtua Simalungun yang memakai bulang sulappei yang sudah dilakukan sejak lama, pra-kolonial. Dan itu dulu…, sekarang, pada eranya tidak ada lagi perempuan seusia dirinya yang mau mengikuti, terlebih orang Simalungun yang hidup di kota besar seperti Medan dan Jakarta.
Lewat seorang Oppung boru Simarmata (80) – nasipuang Oppung Nainggolan, yang tinggal di Purba Tongah, Tigarunggu, kabupaten Simalungun, Niar boru Damanik berkesempatan belajar cara memakainya. Ia sengaja menemuinya sebagai tokoh sepuh penenun hiou Simalungun yang masih bertahan hidup untuk belajar tentang hiou (kain tenun khas Simalungun) dan sejarah perempuan Simalungun masa lalu.
Dan Niar boru Damanik masih ingat kapan pertama kali ia memakai bulang sulappei, tentu setelah pertemuan dengan Oppung boru Simarmata, yakni tahun 2015 dalam perjalanan dari bandara di kota Lampung menuju Medan. Sejak itu ia lekat dengan bulang sulappei-nya.
“Saya ingin tunjukkan bahwa sebagai boru Simalungun, kita memiliki kekayaan budaya yang luar biasa seperti hiou Bulang (kain tenun khusus untuk penutup kepala perempuan Simalungun) yang bisa kita pakai lagi. Menurutkku, ciri ini mesti kita lestarikan sebagai simbol jati diri dan fashion perempuan Simalungun yang modis,” jelasnya.
Mungkin ia lah perempuan pertama Simalungun (seusianya) yang tinggal di kota besar dan mau memakainya lagi… mungkin. Niar boru Damanik, memang dikenal para sahabatnya, sebagai seorang perempuan Simalungun yang keras soal prinsip dalam menerapkan budaya Simalungun dan di satu sisi sangat revolusioner bila menemukan pandangan-pandangan yang justru menghambat pelestarian budaya Simalungun. Ia tak segan-segan untuk beradu argumentasi. Menurutnya kebudayaan Simalungun itu kaya dan bisa mandiri dalam hal eksplorasi busana daerah tanpa harus memakai milik suku lain.

Oppung boru Simarmata sedang memeragakan cara meenenun hiou pada suatu acara di kota Siantar
Bangga Memakai Bulang Sulappei
Niar Damanik atau Niar boru Damanik mengaku bangga memakai bulang sulappei selama ia beraktifitas di luar rumah. Pekerjaannya sebagai terapis yang memiliki mobilitas tinggi tidak membuatnya surut untuk menanggalkan bulang sulappei-nya. Bahkan para klien atau teman-temannya sekarang sudah mengidentikkan penampilan sosok Niar boru Damanik dengan bulang sulappei. Pernah suatu waktu, ia tidak memakai bulang sulappei, dan anehnya, teman-temannya malah bertanya,
“Kenapa ndak pakai bulang-nya? Kamu malah lebih cantik dan berwibawa bila memakainya?”

Niar Damanik dan Bulang Sulappei 5
Ia kaget mendengar kesimpulan temannya itu. Niar boru Damanik, kemudian tersadar bahwa apa yang dilakukannya telah melahirkan ‘imej baru’ terhadap dirinya sebagai Boru Simalungun – perempuan Simalungun si pemakai bulang Sulappei. Ia pun mengapresiasi respon teman-teman dan kliennya yang mendukungnya agar tetap menunjukkan jati dirinya sebagai boru Simalungun.
Senang Upload Foto di Media Sosial
Niar boru Damanik yang mengenakan bulang sulappei sangat rajin meng-upload foto di media sosial. Ia pun kebanjiran ‘like’ dan komentar di wall facebook-nya. Ternyata apa yang dilakukannya sudah menjadi bagian dari promosi, duta tradisi perempuan Simalungun yang hampir terlupakan.
Maka si pemilik nama lengkap Mahniar Agustina boru Damanik ini pun kebanjiran pertanyaan, bagaimana cara memakainya. Ia tak sungkan-sungkan atau merasa capek untuk berbagi pengetahuan akan bulang sulappei kepada setiap orang yang ingin belajar. Ia bahkan sudah membuat tutorial cara memakai bulang sulappei dalam sebuah video berdurasi pendek. Dengan harapan agar makin banyak perempuan Simalungun yang memakainya.
“Bila saya memakai bulang Sulappei, saya merasa lebih tunggung (ber-wibawa) ketika berinteraksi dengan banyak orang. Dan orang-orang juga mengatakan kesimpulan yang sama,” terang ibu empat anak ini.
“Kak…Kak… boleh foto bareng?” Demikian suatu ketika ajakan seorang ibu yang tiba-tiba menghentikan langkahnya di sebuah bandara. Mereka kemudian bertegur sapa. Menurut pengakuan ibu yang baru dikenalnya itu, bahwa ia mengenal betul bentuk dan asal bulang yang dipakainya itu. Katanya ia sering melihat ibunya dulu, memakai bulang seperti yang dikenakan Niar boru Damanik.
“Mamakku boru Simalungun, lho…” celetuk perempuan itu. Mereka akhirnya berfoto bersama.

Niar Damanik dengan Ibu yang menyapanya di suatu bandara
Dan fotonya itu ia share di wall facebook-nya.
Kejadian itu semakin menyemangati Niar boru Damanik agar tetap menjadi boru Simalungun, yang percaya diri memakai simbol jati diri perempuan Simalungun kemana pun ia pergi. Tidak berapa lama kemudian ia pun mendengar beberapa perempuan Simalungun telah mengenakan bulang sulappei dalam salah satu acara komunitas Simalungun.
“Diatetupa, terimakasih… semakin banyak boru Simalungun yang kembali ke jati dirinya,” simpul Niar boru Damanik, takjub.
Tampil Modis
Mengenakan bulang sulappei tidaklah kolot, tapi keren, demikian kesimpulan Niar boru Damanik. Bahkan teman-temannya menilai modis dan berkarakter. Nyatanya, pemakaian bulang sulappei bisa harmonis dan terlihat lebih cantik bila dipadukan dengan aneka busana kasual, resmi dan etnik.
“Semua paduan itu sudah saya coba. Contohnya, saya pernah memakai kaos, jeans dan sepatu cats. Teman-teman saya malah pada memuji, tuh…” ungkap perempuan kelahiran Sarimatondang, Sidamanik ini, bersemangat.
Niar boru Damanik berkesimpulan bahwa busana etnik justru lebih berwibawa, berkarakter, modis dan cocok di berbagai suasana. Jadi menurutnya, tidak berlebihan bila para perempuan Simalungun mau memakai bulang sulappei pada kegiatan di luar rumah atau saat bekerja.

Niar Damanik dan Bulang Sulappei 7
Bulang Sulappei Berwarna Sigerger Hatirongga Lebih Cocok

Niar Damanik dan Bulang Sulappei – di dalam Becak Siantar
Niar boru Damanik pernah beberapa kali mencoba mengganti dengan warna berbeda, seperti hijau, biru dan lain-lain. Tapi menurutnya tidak nyaman dipakai di kepala, ia merasa gerah dan tidak cocok saja. Lalu, ia mencoba warna yang sama dengan yang biasa ia pakai yakni berwarna sigerger hatirongga – merah hati, tetapi merupakan hasil produksi terkini, dan tetap juga ia merasa tidak sreg. Ia lalu berusaha mencari tahu kenapa hal itu bisa terjadi. Tidak berapa lama, ia sudah mendapati jawabannya, bahwa benang hiou zaman dahulu lebih bagus kualitasnya, sehingga adem dipakai meski saat terik matahari.
Kemudian soal warna, bahwa hanya warna merah hati yang menurutnya adem dan nyaman di kepala – setelah dicoba berkali-kali. Karena itulah bulang sulappei yang dipakainya dipilih dari bulang yang telah berusia tua (100-150 tahun), karena lebih cocok.
“Saya punya koleksi bulang tua yang awet, milik keluarga, itulah yang saya pakai bergantian,” terang boru Simalungun ini yang memang hobi melestarikan aneka hiou Simalungun yang mulai dilupakan banyak orang.
Di tengah kesibukannya, Niar boru Damanik juga sudah merancang sebuah hiou (kain tenun Simalungun) baru bernama Hiou Pasu. Hiou ini sengaja dirancang khusus olehnya untuk keperluan pernikahan perempuan Simalungun agar tidak memakai kain tenun milik suku lain –keadaan seperti ini, aneh menurutnya.
“Masa perempuan Simalungun setiap menikah selalu memilih kain tenun milik suku tetangga? Bukankah kita juga memiliki kekayaan budaya yang tidak kalah tinggi nilai filosofinya dibanding mereka?” Keadaan ini lah yang membuatnya makin gelisah.

Putri Niar Damanik – boru Sumbayak dengan Hiou Pasu, rancangannya.
Dan kegelisahan itu akhirnya berbuah kreatifitas, maka lahirlah hiou baru hasil kreasinya sendiri bernama Hiou Pasu (Hiou Pamasu-masuaon – kain tenun untuk pernikahan bagi perempuan Simalungun) yang pertama kali dipakai putrinya saat menikah. Memakai bulang sulappei dan mengkreasi hiou pasu – Niar boru Damanik sebagai boru Simalungun sudah melakukannya. Lantas siapa lagi yang mau melakukannya? (Admin NSJ – DEP)
PEMAKAIAN BULANG SULAPPEI DALAM BERBAGAI SUASANA

Niar Damanik tengah menari di Museum Simalungun – Siantar

Niar Damanik di salah satu tujuan wisata

Niar Damanik dengan latar Danau Toba

Niar Damanik dengan Bulang Sulappei 13

Niar Damanik dengan Bulang Sulappei 14

Niar Damanik dengan Bulang Sulappei 15

Niar Damanik dengan Bulang Sulappei 16

Niar Damanik dengan Bulang Sulappei di atas gareta lombu

Niar Damanik bersama Sahabat

Niar Damanik dan Bulang Sulappei 19
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~