MENNA PURBA SALAH SATU PERSONIL
ORKES NALAINGAN
(Hasil Wawancara GENTA SIMALUNGUN MARSINALSAL (GSM FOUNDATION) – Pindo Purba, Alex Damanik, Dani Sinaga, Gerry Purba, Risdo Damanik – dengan Oppung Menna boru Purba – Februari 2017)
Suatu sore bersama dengan salah seorang personil Orkes Nalaingan….
Neosimalungunjaya.com – Beruntung kita masih memiliki seorang Menna Purba. Seseorang yang kami sapa sebagai Oppung. Ia adalah istri Djawalim Saragih. Menna Purba mengaku darah seninya berasal dari keluarga ibunya, Dinaria Saragih Garingging, yang adalah cucu Raja Rondahaim (Raja Kerajaan Raya).
Oppung Menna Purba adalah kerabat kami, usianya sudah 90 tahun, lahir tahun 1927. Pada usianya yang telah uzur, ia masih hapal dengan lirik lagu Simalungun tempo dulu dan masih mengingat jelas apa yang telah ia lakukan dan alami bersama Orkes Nalaingan (1959 – 1972), sehingga kami mudah mendapatkan informasi tentang Saridin Purba, Taralamsyah Saragih, Djawalim Saragih dan Orkes Nalaingan. Wawancara ini telah kami rekam, berdurasi 42.36 menit dan sudah di upload ke youtube (https://www.youtube.com/watch?v=jbmFfgnDCVY&t=755s).
Siapa mereka?
Mungkin tidak banyak generasi muda Simalungun yang pernah mendengar nama Orkes Nalaingan dan personilnya. Nalaingan bermakna yang cantik, terindah. Sebuah orkes yang pada saat itu menjadi punggawa terdepan dalam mengembangkan seni dan budaya Simalungun.
Untuk menggambarkan betapa pentingnya mereka bagi seni dan budaya Simalungun, anggap saja begini… Jika mereka masih hidup sampai dengan hari ini, mereka adalah Erwin Gutawa, Addie MS dan Andi Rianto bagi Simalungun.
Sebelum Orkes Nalaingan terbentuk, tidak banyak variasi seni dan budaya yang dimiliki Simalungun selain taur-taur, gonrang dan sarunei. Lalu tahun 1959, Orkes Nalaingan terbentuk dan mulai mewarnai seni dan budaya Simalungun melalui lagu dan musiknya. Sejak saat itulah semakin banyak variasi seni dan budaya Simalungun yang salah satunya, mengacu ke bentuk band yang pada saat itu disebut orkes.
Orkes Nalaingan dimulai dari ide Taralamsyah Saragih, seorang seniman berbakat alami yang luar biasa,yang pada saat itu memang sudah dikenal masyarakat dan juga terkenal di antara seniman Sumatra Utara, bahkan pernah diminta seorang seniman Karo, membuat 1 lagu Karo untuk memenuhi kuota dari Label Rekaman.
Beliau dibantu oleh Djawalim Saragih, seseorang yang berkepribadian kalem, yang pada saat itu dikenal sebagai seorang gitaris (partokel) handal. Pada saat kedatangan artis Bing Slamet (artis besar Indonesia 1960-an) ke Sumatera, beliau lah gitaris yang mengiringi.
Selain mereka berdua, Orkes Nalaingan juga dibantu oleh, Umansjah Garingging, Saridin Purba dan Jansen Saragih. Taralamsyah dan Djawalim Saragih adalah pemusik yang pada saat itu terbuka secara pemikiran dan pergaulan, rajin mendengarkan dan mempelajari lagu-lagu Barat, tetapi tidak melupakan akar seni mereka, yaitu kebudayaan Simalungun. Sementara,Umansjah Garingging, Saridin Purba dan Jansen Saragih, adalah orang-orang yang perduli dan mendukung seni dan budaya Simalungun.
Saat itu Taralamsyah Saragih dan Djawalim Saragih masih mencari-cari penyanyi lagu dua (suara 2) untuk melengkapi formasi Orkes Nalaingan.Tetapi tidak ada anak gadis yang bisa menyanyikan suara dua. Pada saat itulah, Taralamsyah mengajak Menna Purba masuk ke Orkes Nalaingan, meski pada saat itu bukan lagi anak gadis, karena sudah menikah dengan Djawalim Saragih dan mempunyai 4 anak. Sejak saat itulah, Orkes Nalaingan menjadi bagian dari kehidupan Oppung Menna Purba.
Pada saat itu, komposisi Orkes Nalaingan adalah sebagai berikut:
- Composer/Penata Musik/Accordeon: Taralamsyah Saragih
- Penata Musik/Gitar: Djawalim Saragih
- Contra Bass (Opungni Gitar): Umansjah Garingging
- Organ: Saim Saragih
- Suara 1: Marienta Garingging
- Suara 2: Menna Purba
- Suara 3: Lertina Saragih
Orkes Nalaingan Sukses
Setelah merilis rekaman (1959), Orkes Nalaingan pun menjadi orkes yang laris. Selain karena memang belum ada orkes lain pada saat itu, lagu dan musik yang mereka bawakan memang sangat enak didengar, bahkan sampai sekarang. Mereka mulai tampil di gereja, acara perkawinan dan lain-lain. Lagu yang dibawakan pada saat itu sangat variatif, terkadang lagu Indonesia dan kebanyakan lagu ciptaan Taralamsyah Saragih, dan jika tersedia waktu luang saat latihan/penampilan, mereka pun mampu membawakan lagu Barat.
Kemudian pada saat Simalungun dipimpin oleh Bupati Radjamin Purba – seseorang yang sangat mendukung seni dan budaya Simalungun – semakin sering dan semakin banyak orang yang memanggil Orkes Nalaingan. Selain tampil pada acara setempat (Siantar-Simalungun), Orkes Nalaingan juga mulai tampil di berbagai acara hotel sampai ke pusat pariwisata seperti di Parapat dan Haranggaol. Bahkan, pernah tampil di hadapan tokoh penting seperti Presiden Soekarno tahun 1962 dan tamu Negara lainnya.
Orkes Nalaingan Terhenti…
Sangat disayangkan, kegiatan Orkes Nalaingan harus terhenti di tahun 1972, karena pada tahun itu Taralamsyah Saragih pindah ke Jambi dikarenakan tidak dihargai di Simalungun, ditambah pada saat itu, sudah ada beberapa personil Orkes Nalaingan yang hijrah ke Jakarta. Sempat ada usaha untuk mengajak Taralamsyah ke Jakarta yang diprakarsai oleh Cosmas Batubara. Tujuannya agar bisa menghidupkan kembali kegiatan seni dan budaya Simalungun. Tetapi karena ada sebagian orang Simalungun yang tidak setuju maka rencana tersebut pun batal.
Selama 57 tahun terakhir, Menna Purba menyimpan dan mengelola dokumen-dokumen hasil Orkes Nalaingan seperti buku lirik, aransemen dan juga kaset lama. Ini semua dilakukan beliau, karena beliau merasa berhutang dan merasa bersalah jika tidak merawat dan mewariskan (menyimpan) dokumen tersebut.
Beliau pun menunggu kesadaran orang Simalungun,
“Apakah masih ada orang Simalungun yang ingin melanjutkan karya Orkes Nalaingan?”
Harapan Oppung Menna Purba
Menurut penuturan beliau, banyak orang yang meminta, bahkan membeli dokumen tersebut. Contoh, ada seseorang yang membeli 10 dokumen lagu melalui beliau, yang kemudian hasil penjualannya diberikan kepada Eddy Taralamsyah Saragih (anak Taralamsyah Saragih) dan masih banyak contoh lainnya.
Tetapi sayang, meskipun begitu lagu Orkes Nalaingan tersebut tidak banyak dimainkan oleh artis atau seniman Simalungun sekarang meskipun ada kesempatan dan dokumentasinya. Mengutip perkataan beliau,
“Seolah-olah mereka kurang senang dengan lagu-lagu ini, tetap saja lagu ciptaan baru yang dibawa.”
Bahkan ada yang berpendapat bahwa lagu karya Orkes Nalaingan adalah lagu kolot dan sudah tidak sesuai zaman sekarang.
Sehingga, akibat jarangnya lagu Orkes Nalaingan ciptaan Taralamsyah Saragih dibawakan, generasi sekarang tidak banyak yang mengenali bentuk aslinya. Banyak lirik dan komposisi lagu Orkes Nalaingan yang malah berubah dari asalnya. Bahkan sering sekali, menurut penuturannya, saat ia hadir pada suatu acara pesta, beliau harus memberikan koreksi, karena lirik yang dibawakan penyanyi tersebut adalah salah.
Seperti contoh, lagu “Tading Ma Ham Na Tading”. Sebenarnya, di dalam komposisi aslinya, ada bridge sebelum bagian reff. Sekarang, bridge itu sudah jarang dinyanyikan, bahkan sepertinya tidak banyak yang mengetahui. Kemudian, dari segi lirik pun mengalami perubahan, yang tadinya berupa lirik yang ditulis Taralamsyah, sekarang lirik yang populer di masyarakat, adalah lirik yang diambil sebuah umpasa (pantun) yang mengubah arti dan pesan lagu. Sebuah pesan penting dari beliau, oppung Menna boru Purba tentang bagaimana seharusnya membawakan hasil karya Orkes Nalaingan dan Taralamsyah Saragih.
Mengutip pernyataan langsung beliau, “Anggo musikni, ulang daoh tu humbani lagu ai.”
“Not dan inggou jangan hilang dan artikulasi harus jelas,” tambahnya, memberi nasihat bagi para artis dan seniman Simalungun.
Mengapa inggou sangat penting? Karena inggou adalah wujud vokalisasi yang lekat dengan seni dan kehidupan sehari-hari orang Simalungun, dalam berbicara pun orang Simalungun beringgou.
Lalu, bagaimana pandangan Oppung Menna Purba tentang lagu Simalungun yang sekarang bermunculan? Sebuah pertanyaan yang jawabannya bisa membuat pelaku industri musik Simalungun sekarang ‘keringat dingin’.
“Kampungan!” Jawabnya tegas, sambil mendengarkan musik Orkes Nalaingan yang diputar sayup-sayup.
Kami pun sadar, bahwa memang sangatlah jauh kelas musik Orkes Nalaingan dan musik Simalungun sekarang. Kampungan… Oh…
(Editor: admin NSJ – DEP)