Custom Search

Cerita Rakyat Suku Simalungun yang Sangat Melekat di Hati Orang Simalungun

 

Oleh: Jasahdin Saragih/Jay Saragih

Jay Saragih

Jasahdin Saragih/Jay Saragih

(Cerita Rakyat Simalungun)

Neosimalungunjaya.com – Pada zaman dahulu ada satu kerajaan yang kaya dan makmur dipimpin seorang Raja yang bijaksana dan adil bernama Anggarajim. Ibukota kerajaan berada  berada di dataran yang dibentengi jajaran gunung gunung yang ditumbuhi pohon pohon lebat sebelah timur. Di sebelah barat Ibu kota kerajaan  menjulang  dua gunung  berapi  yang  setiap  hari mengepulkan  asap  tipis,  yang membuat pemandangan ke arah barat dikala senja hari begitu indah dan menawan.

 

Tanah-tanah pertanian begitu subur sehingga rakyat dan kerajaan berkelimpahan dalam hal makanan. Sekali  seminggu  pedagang  datang  dari  berbagai  penjuru  untuk  berdagang  dengan masyarakat. Berbagai hasil hutan, alam pertanian dan kerajinan dari masyarakat sangat digemari oleh pedagang-pedagang tersebut.

lembah subur 3

Raja Angarajim memiliki permaisuri yang cantik jelita bernama Puang Bolon Sormalanim, dimana semua yang melihatnya memuji akan kecantikannya. Namun telah lima tahun, Puang Bolon Sormalanim  belum punya tanda-tanda  akan melahirkan  keturunan  buat Raja Anggarajim. Hal ini membuat tokoh-tokoh kerajaan menjadi gundah dan mengkhawatirkan kesinambungan penerus Raja Anggarajim. Sebaliknya, Raja Anggarajim karena begitu sangat mencintai dan menyayangi Puang Bolon Sormalanim, sehingga tidak pernah membicarakan perihal tersebut.

 

Suatu ketika tokoh kerajan dalam istana dipimpin oleh Ibunda Raja mengadakan pertemuan membicarakan  mengenai penerus kerajaan   tanpa sepengetahuan  Raja Anggarajim. Hal pertama  yang  dilakukan  adalah  menanya  Guru  Bolon  (Pemimpin  Spiritual  Istana),  namun  Guru Bolon  juga  tidak  bisa  memastikan  kapan  ada  keturunan  pewaris  kerajaan.  Kemudian  petinggi berembuk saling bertukar pikiran, untuk merumuskan apa yang menjadi solusi akan permasalahn tersebut. Setelah lama berembuk, mereka memutuskan meminang Putri dari Kerajaan Jau untuk dijadikan Puang Pahidua (Istri kedua Raja).

 

Ketika tokoh istana tersebut menyampaikan usul, Raja Anggarajim sebenarnya tidak  suka  namun  tidak  bisa  juga  menolak  karena  alasan  yang  disampaikan  sangat  tepat.  Maka utusan dikirim untuk manririd  (memilih/menyeleksi)  sekaligus  meminang  Putri dari Kerajaan Jau. Berbagai perhiasan, kain tenunan dan cinderamata disiapkan sebagai persembahan meminang. Kuda-kuda  terbaik kerajaan juga disiapkan sebagai kendaraan  utusan peminang  dan seekor gajah untuk kendaraan putri nantinya.

 

Setelah satu Tahun Puang Pahidua tinggal di istana, diapun melahirkan seorang putri, seluruh istana  bersukacita.  Putri  tersebut  diberinama  Dongmaranim,  kulitnya  mulus,  agak  hitam  manis. Dibalik suka cita istana tersebut, puang bolon Sormalanim setiap hari berdoa agar dia juga dikaruniai keturunan. Berbagai orang pintar dan orang saleh dijumpainya untuk meminta nasehat dan ramuan agar dapat keturunan.

 

Setelah sebelas tahun Putri Jau Puang Pahidua di istana, dia pun telah melahirkan Sembilan putri yang cantik. Putri yang pertama adalah Dongmaranim, putri kedua berturut turut sampai yang kesembilan   adalah   Bungaranim,   Horpinim,   Ramalinim,   Sarpinim,   Hotmaranim, Rohmainim, Marinim dan Horanim. Diantara Sembilan putri tersebut Horanimlah yang paling cantik dan paling baik budi pekertinya.

 

Ketika   Horanim    berumur   satu   tahun,   tanpa   disangka    dan   diduga   Puang   Bolon Sormalanim pun mengandung. Khabar ini menjadi sumber suka cita yang luar biasa dalam istana,  tidak  terkecuali  di  kerajaan  tetangga  yang  di  sebelah  Timur. Sebab  Raja  di  kerajaan tetangga yang di sebelah Timur adalah Ayahanda dari Puang Sormalanim. Sehingga sangat sering utusan dan keluarga dari kerajaan tetangga yang sebelah Timur datang menjenguk Putri Sormalanim dengan membawa berbagai perhiasan dan oleh-oleh.

 

Setelah  tiba waktunya,  Puang Bolon Sormalanim pun  melahirkan  seorang  bayi  perempuan yang cantik, molek, dan sehat. Kulitnya putih bersih kekuning-kuningan sehingga dia diberi nama Rangga Huning. Seiring berjalannya waktu kesepuluh putri dari Raja Anggarajin tumbuh menjadi anak-anak yang cantik dan mempesona, sehingga menjadi  buah bibir masyarakat dan kerajaan- kerajaan tetangga. Raja Anggarajim sangat menyayangi kesepuluh putrinya dan memperlakukannya dengan  sama.  Namun  Putri  Rangga  Huning  terlihat  lebih cantik dan menawan,  karena  memakai perhiasan yang lebih indah.

 

Keluarga dari Puang Bolon Sormalanim, Ibunda dari Putri Rangga Huning, baik kakek nenek maupun pamannya sangat sayang kepada Putri Rangga Huning. Sehingga mereka mengirim banyak berbagai jenis perhiasan, bahkan sisir, cangkir dan piring tempat makan Putri Rangga Huning pun mereka kirim terbuat dari emas. Sehingga dalam istana, selain Raja yang memakai peralatan serba emas  adalah  Putri  Rangga  Huning.  Raja  Anggarajim  dan  pejabat  istana  tidak  bisa  melarang keberadaan Rangga Huning, karena semua itu pemberian dari kerajaan tetangga sebelah timur yang merupakan  kerabat dari Puang Bolon Sormalanim, dan menurut adat negeri mereka adalah pihak yang harus dihormati dan dihargai.

 

Keberadaan dari Putri Rangga Huning yang memiliki banyak perhiasan dan mewah membuat Sembilan  putri  yang  lain Dongmaranim,  Bungaranim,  Horpinim,  Ramalinim,  Sarpinim, Hotmaranim,  Rohmainim,  Marinim  dan Horanim  menjadi cemburu.  Kecemburuan  mereka makin hari makin menjadi-jadi, karena kemewahan  dari Putri Rangga  Huning  terus bertambah dikirimi keluarga Ibunya. Sekali waktu Sembilan Putri, kakak-kakak dari Putri Rangga Huning menyusun rencana busuk untuk mencelakakan dan menyingkirkan Putri Rangga Huning.

———————————————

Wilayah   sekitar   Istana   Kerajaan   dari   Anggarajim   sangat   indah   dan  subur,   membuat pemandangan  yang  selalu  menyejukkan  hati dan  menghibur  mata. Sehingga  pedagang  pedagang yang datang sekali seminngu, biasanya tidak langsung pulang setelah berdagang, tetapi menginap satu barang dua hari untuk menikmati  keindahan pemandangan alam kerajaan dan istana, sekalian menikmati berbagai makanan lezat. Di sekitar ibu kota kerajan banyak rumah-rumah penginapan dan warung-warung menjual berbagai jenis makanan dan minuman.

 

Tidak jauh disebelah Timur Istana raja ada mata air yang sangat jernih sebagai tempat mandi para putri Raja. Hanya kira-kira dua puluh meter dari mata air tempat pemandian tersebut mengalir sungai yang besar dan airnya sangat deras. Suatu kali kesembilan putri raja mengajak Putri Rangga Huning yang telah berumur lima tahun mandi bersama di tempat pemandian tersebut. Dengan suka cita mereka mandi bersama dan tertawa. Ketika maranggir (membasuh rambut dengan air jeruk dan berbagai ramuan), kecemburuan kakak-kakak dari Rangga Huning memuncak, sebab tempat anggir mereka terbuat dari mangkuk porselen sedang tempat paranggiran dari Rangga Huning terbuat dari emas.

 

Maka kesembilan kakak dari Putri Rangga Huning mengambil kesempatan untuk menyingkirkannya. Niat jahat kakaknya  sempat dicegah Horanim, namun dia sebagai putri yang paling kecil tidak berdaya melawan kehendak mereka. Putri Rangga Huning diseret ke sungai yang airnya deras dekat mata air pemandian, lalu dihanyutkan. Setelah Putri Rangga Huning hanyut, mereka pun bergembira tertawa senang lalu mengambil semua peralatan Rangga Huning yang terbuat dari emas, mulai dari mangkok tempat maranggir, sisir, jepitan rambut dan lain lainnya, kemudian mereka bergegas pulang. Horanim mereka ancam agar tidak menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi.

 

sungai banjir

Sampai di istana, Dongmaranim dan delapan adiknya melapor kepada Paduka Raja Anggarajim bahwa ketika mereka mandi, seekor harimau menyergap mereka. Namun mereka dapat menghindar sedang Rangga Huning tidak sempat menghindar, sehingga dialah yang diterkam dan diseret  harimau  kedalam  hutan. Anggarajim  geram  dan gelisah,  lalu memerintahkan  prajurit- prajurit  istana  untuk  menyisir  seluruh  hutan  di  sekitar  kerajaan  untuk  mencari  Rangga  Huning. Setelah dilakukan pecarian beberapa hari, para prajurit kembali dan memberikan laporan bahwa mereka tidak menemukan Rangga Huning  dan jejak harimau yang memakan manusia.

 

Kehilangan Rangga Huning membuat Raja Anggarajim dan Puang Bolon Sormalanim bermurung diri dan sedih dan sering duduk sendirian mengenang putrinya. Namun setelah berselang satu tahun lebih, kesedihan  itu pun  berkurang  karena Puang Bolon Sormalanim  melahirkan  seorang anak laki-laki yang sehat dan montok. Kehadiran seorang anak laki-laki sudah sejak lama ditunggu tunggu seluruh kerajaan, sebagai pewaris tahta kelak bila Raja Anggarajim telah tiada.

 

Pembicaraan  masyarakat  dan  seisi  istana pun  berubah  dari  kehilangan  Rangga  Huning  ke lahirnya anak laki-laki sebagai penerus kerajaan kelak. Berbagai ucapan selamat datang kepada keluarga istana. Dongmaranim dan delapan adiknya, memiliki sikap yang berbeda terhadap adik laki- laki mereka, walaupun mendapat berbagai perhiasan dan cinderamata tapi mereka tidak cemburu, sebab mereka sadar anak laki laki tidak pantas dicemburuin.

…………………………………………

Rangga Huning yang megap-megap terbawa arus sungai yang deras, berusaha meraih batang pohon besar yang juga nasibnya sama dengan dia. Setelah  Rangga  Huning  berada  di atas  batang pohon, dia hanya bisa mengikuti arah air mengalir, dengan harapan suatu saat batang pohon tersebut merapat ke pinggir, sehingga dia bisa merapat. Hari telah gelap, membuat Rangga Huning ketakutan  luar biasa,  sebab  tidak  bisa  melihat apa-apa lagi. Sekali kali diantara suara derak air terdengar auman harimau dari dalam hutan yang membuat suasana lebih menakutkan.

 

Setelah subuh tiba, baru batang pohon tersebut merapat kepinggir, setelah tersangkut dengan ranting-ranting pohon yang banyak terjulur kedalam sungai yang makin menyempit. Rangga Huning terbujur telungkup, mendekap batang pohon tempat dia mengikuti arus air. Ketakutan, kedinginan dan kelaparan  membuat  Rangga  Huning sampai tidak sadar di atas batang pohon tersebut.

 

Subuh seperti  biasanya, kakek  tua pertapa pergi ke mata air dekat sungai untuk mengambil air sekalian membersihkan dirinya. Tidak tau sejak kapan kakek tua itu tinggal sendirian di dalam hutan, orang-orang pun tidak pernah mengenal siapa dia. Cerita tentang Kakek Tua Pertapa itu hanya terdengar dari para pemburu dan pedagang yang sekali-kali bertemu dengan dia ketika melintasi hutan tempat tinggalnya.

 

Melihat ada gadis kecil diatas batang pohon dipinggir sungai, Kakek Tua Pertapa pun menghampiri. Setelah memeriksa keadaan si gadis kecil, Kakek Tua Pertapa menyimpulkan bahwa gadis  kecil  itu  masih  hidup,  lalu  menggendonggnya  dan  membawa  ke  pondok  penginapannya. Setelah badan Rangga Huning dipakaikan kain  dan dibaringkan dekat perapian, tidak lama Rangga Huningpun siuman. Awalnya Rangga Huning   terkejut dan ketakutan,  namun Kakek Tua Pertapa menjelaskan  dirinya  dan  mengatakan  tidak  perlu  takut.  Kakek  Tua  Pertapa  pun  menyuguhkan beberapa jenis makanan dari umbi-umbian dan buah-buah pohon kepada Rangga Huning.

Putri Batang Iou Bertemu Pertapa Tua

Putri Rangga Huning

Beberapa hari tinggal dengan Kakek Tua Pertapa, kondisi tubuh Rangga Huning pun telah pulih kembali. Setelah Rangga Huning mulai beradaptasi dengan kehidupan tinggal di hutan. Kakek Tua Pertapa lalu mengajaknya jalan-jalan ke hutan. Pertama mereka melihat tumbuhan semak berduri tetapi banyak buahnya, merah menyala mirip seperti strawberry, Kakek Tua Pertapa mengambilnya lalu memakannya, selanjutnya  disuguhkan  kepada  Rangga  Huning  sambil menyebutkan  nama tumbuhan  itu: hupi hupi1  rasanya manis-keasaman sedikit. Lalu Kakek Tua Pertapa mengambil tunas muda hupi-hupi 2, kemudian membuka kulitnya dan memakannya, rasanya manis bercampur mint, enak dan baik untuk kesehatan perut. Selanjutnya mereka bertemu pohon yang buahnya banyak, bulat-bulat sebesar kelereng, kemudian Kakek Tua Pertapa memperkenalkannya sebagai makanan yang rasanya manis, namanya  sop-sopan3. Berjalan  beberapa  puluh meter mereka juga bertemu pohon besar, tetapi sepanjang batang pohon bergelantungan buah-buah yang banyak, ada warna merah, hijau dan kuning. Pohon tersebut kelihatan sangat indah dan unik karena buahnya yang banyak tetapi bukan di ranting, tetapi malah di batang pohon. Kakek Tua Pertapa mengambil  buah pohon tersebut,  yang hijau rasanya tawar seperti rasa pisang kepok yang mentah, yang kuning rasanya asam sedikit, sedang yang merah rasanya manis, nama pohon tersebut adalah rahu4.

 

Perjalanan  berikutnya  meninggalkan  hutan  yang  berpohon  lebat. Sekarang  yang  terlihat hanyalah tumbuh-tumbuhan  yang relatif  kecil dan pendek. Kakek Tua Pertapa  menghampiri tanaman yang mirip kincung, berbunga indah dipucuknya, sedang di bawah melekat di tanah banyak seperti buah yang ukurannya sebesar  kepalan tangan. Kakek Tua Pertapa mengambil buah itu lalu memakannya dan diperkenalkan kepada Rangga Huning sebagai makanan yang rasanya manis, namanya sihala  tanoh.  Kemudian mereka  berjalan  beberapa  meter lagi, lalu melihat tanaman yang mirip seperti  sihala pipit, buahnya oval, terbentuk dari banyak bulatan sebesar kemiri, rasanya juga manis beraroma mint, namanya  sihala pipit. Mereka berjalan terus lalu bertemu tanaman yang mirip pakis sayur, tunas mudanya menggumpal dan dibalut lendir yang tebal seperti gel. Kakek Tua Pertapa mengambil beberapa tunas muda lalu mereka makan bersama. Rasanya hanya seperti minum air putih dan sangat baik untuk pengobat dahaga dan menyegarkan tubuh.

 

Hari telah siang ketika Kakek Tua Pertapa sedang mengumpulkan umbi-umbian seperti bengkuang hutan, suhat paya (sejenis keladi), dan buah buahan yang mereka temui tadi ditambah uttei puraga (satu jenis jeruk hutan) untuk bekal makanan pondokl. Sambil perjalanan pulang masih banyak jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang diperkenalkan Kakek Tua Pertapa kepada Putri Rangga Huning sebagai makanan. Setelah sampai di pondok penginapan, mereka membakar keladi lalu makan. Rangga Huning sangat puas akan perjalan satu harian, karena dia mengenal banyak makanan yang enak dan lezat yang sama sekali tidak pernah ditemuinya  di istana. Rangga Huning sangat mengagumi  Kakek Tua Pertapa yang memiliki pengetahuan yang sangat luas.

 

Keesokan harinya kembali Kakek Tua Pertapa mengajak Putri Rangga  Huning  berjalan  menyusuri hutan  dan bukit bukit. Sepanjang perjalanan   diperkenalkan berbagai jenis tanaman dan cara pengolahannya yang kegunaannya adalah untuk obat-obatan.

 

Mulai dari obat sakit perut, obat luka, obat keseleo, obat penurun demam, obat batuk dan berbagai penyakit lainnya. Terakhir Kakek Tua Pertapa mengambil bongkahan batu berwarna biru tua (sejenis batu akik) yang namanya batu bisa, kegunaan batu tersebut apabila digosok maka dapat menyerap bisa dari dalam tubuh baik karena bisa binatang seperti ular, bisa makanan atau pun bisa dari kena senjata.

 

Hari-hari berikutnya Kakek Tua Pertapa banyak mengajarkan ilmu bela diri kepada Putri Rangga  Huning,  mulai  dari  jurus-jurus melawan binatang seperti harimau, ular, beruang,  gajah sampai ilmu berperang. Di sela-sela latihan bela diri, Kakek Tua Pertapa juga mengajarkan berbagai pengetahuan tentang kemanusiaan, kehidupan dan berbagai falsafah kehidupan. Kakek Tua Pertapa senang mengajari Putri Rangga Huning karena cepat  menangkap dan cerdas. Rangga  Huning dapat mengingat semua pengetahuan jenis makanan, obat-obatan dan pengolahannya. Berbagai pandangan dan pengetahuan hidup serta jurus-jurus yang diajarkan Kakek Tua Pertapa.

Satu hari, Kakek  Tua Pertapa  mengajak  Rangga  Huning  ke pinggir  hutan  tempat  tinggal mereka. Tidak beberapa lama mereka di pinggir hutan,  sekelompok  pedagang pun  lewat,  terlihat deretan  kuda-kuda yang di kiri-kanannya  bergantungan barang dagangan. Kakek Tua Pertapa bergegas menemui  mereka  dan  meminta  beberapa buah pinang dan beberapa ruas tebu. Para pedagang biasanya membawa  pinang bulat untuk bekal mereka makan sirih demikian juga tebu untuk bekal mengobati rasa haus dan untuk dikunyah sepanjang perjalanan sebagai selingan menghilangkan rasa bosan. Setelah menerima buah pinang dan tebu, Kakek Tua Pertapa dan Rangga Huning kembali ke pondok di  tengah hutan.

 

Sebelum  istirahat,  Kakek Tua Pertapa menanam buah pinang dan pohon tebu tersebut secara berdekatan di pinggir gubuk atau pondok penginapan sambil membacakan doa berbentuk mantra.

 

Hari  tambah  hari  pengetahuan  dari  Rangga  Huning  makin  hebat, baik tentang obat- obatan, pengetahuan umun dan juga pengetahuan bela dirinya. Tidak terasa telah beberapa tahun Rangga Huning tinggal, diasuh dan dijadikan murid oleh Kakek Tua Pertapa. Pohon Pinang dan Tebu yang ditanam dipinggir pondok pun telah tinggi, tetapi tumbuhnya selalu melengkung, tebu itu diberi nama tebu mallou5.

 

Satu hari Kakek Tua Pertapa menyampaikan kepada Rangga Huning bahwa  telah  tiba waktunya untuk kembali ke keluarganya, untuk bertemu ayah bundanya dan memimpin kerajaan bapanya Raja Anggarajim. Rangga Huning sangat sedih merasakan  harus berpisah dengan orang yang telah menyelamatkan, mendidik dan sangat dihormatinya itu, tapi di sisi lain dia juga ingin bertemu dengan orang tuanya Raja Anggarajim  dan Puang Bolon Sormalanim  dan juga keluarganya yang lain.

 

Kakek Tua Pertapa memberi petunjuk kepada Putri Rangga Huning bagaimana cara untuk pulang dan bertemu keluarganya kembali. Putri Rangga Huning berjalan mengikuti arah lengkung dari pinang dan tebu mallou yang mereka tanam, kalau lelah berjalan atau pada malam hari boleh beristirahat di atas pohon pinang yang berdempetan dengan pohon tebu sambil menyanyikan “pining anjei, tobu  mallou, anjeihon au, hu rumahni inang”.    Sepanjang  perjalanan  nantinya  akan ada harimau-harimau yang berada di bawah pohon pinang dan tebu yang selalu mengaum, auman harimau itulah yang membuat orang-orang akan menjauh dari posisi Rangga Huning.

 

Putri Rangga Huning mengikuti petunjuk dari Kakek Tua Pertapa, dia menaiki pohon pinang yang melengkung berdekatan dengan pohon  tebu  mallou,  lalu dia menyanyikan  “pining anjei, tobu mallou, anjeihon au, hu rumahni inang.” Secara tiba tiba pohon pinang pun bertambah panjang  puluhan  langkah.  Di  bawah  pohon  pinang beberapa  harimau  juga  mengikuti sambil mengaum, membuat orang orang atau binatang lain yang mendengarnya ketakutan menjauh.

 

Setiap Pohon Pinang dan Tebu berhenti memanjang, maka Putri Rangga Huning menyanyikan  “pining anjei,tobu mallou, anjeihon au, hu rumahni inang.” Sehingga lama-lama posisi Rangga Huning makin menjauh dari hutan yang pernah menjadi tempat tinggalnya bersama Kakek Tua Pertapa. Ketika Putri Rangga Huning menatap kebelakang maka dia mengingat semua kebaikan dari Kakek Tua Pertapa, tetapi ketika menatap ke depan dia ingat bapak-ibu dan semua keluarganya.

Harimau

Pining  anjei,  tobu  mallou,  anjeihon  au,  hu rumahni  inang,”  dinyanyikan  terus Putri  Rangga Huning berulang-ulang siang dan malam. Hingga posisinya semakin mendekat ke kompleks istana. Harimau yang mengiringinya sepanjang perjalanan pun kembali pulang ke dalam hutan. Putri Rangga Huning  yang telah mengetahui  tiba di wilayah istana, terus dan makin semangat menyanyikan “pining anjei, tobu mallou, anjeihon au, hu rumahni inang.

 

Kira-kira malam setelah makan malam istana, di mana pada saatnya penghuni istana istirahat sambil diskusi atau bercerita, pohon pinang dan tebu tidak mau memanjang lagi, tapi Putri Rangga Huning tetap menyanyikan  “pining anjei, tobu mallou,  anjeihon au, hu rumahni inang,” secara berulang-ulang. Sehingga  suara  nyanyian  itu terdengar  oleh Raja Anggarajim dari dalam istana. Raja terkejut seolah-olah dia mengenal suara tersebut, dan tiba-tiba Raja Anggarajim  berteriak mengatakan  bahwa itu adalah suara putrinya, Rangga Huning!

 

Raja diikuti seluruh penghuni istana keluar mencari sumber suara yang menyanyikanpining anjei, tobu mallou, anjeihon au, hu rumahni inang,” itu. Raja dan penghuni istana yang mengikutinya terkejut, ketika melihat ada seorang anak gadis  duduk  di atas pohon pinang dan tebu yang melengkung di pinggir atap istana. Raja Anggarajim yakin kalau itu adalah Putrinya, sehingga dia memanggil dan menyuruh turun. Dari atas pohon pinang gadis tersebut mengakui kalau dia memang benar Putri Rangga Huning, yang telah dihanyutkan kakak-kakaknya beberapa waktu yang lalu. Tapi Putri  Rangga  Huning  dapat selamat karena menemukan batang pohon yang hanyut,  dan batang pohon itulah yang membuat dia tidak tenggelam atau dimakan binatang buas. Semua penghuni istana senang namun bercampur bingung karena yang mereka ketahui Putri Rangga Huning tewas diterkam harimau. Mendengar pengakuan dari Putri Rangga Huning, semua kakak-kakaknya  yang sembilan orang, Dongmaranim, Bungaranim, Horpinim, Ramalinim, Sarpinim, Hotmaranim, Rohmainim, Marinim dan Horanim ketakutan dan mencoba bersembunyi.

 

Raja Anggarajim dan Putri Sormalanim membujuk berulang-ulang agar Putri Rangga Huning bersedia turun. Penghuni  istana lainnya juga ikut membujuk, bahkan  ada yang menangis  karena kegirangan. Putri  Rangga  Huning mengatakan bersedia tapi harus dengan  satu  sarat  yang  harus dipenuhi oleh bapaknya, Raja Anggarajim. Raja Anggarajim menyatakan apa pun syaratnya dia akan menyanggupinya, asal putrinya bersedia turun. Rangga Huning menyampaikan syaratnya, apabila dia turun maka ketika dia menaiki istana maka  kepala kakak-kakanya lah yang menjadi pijakannya, karena mereka telah berencana membunuhhnya  dengan menghanyutkannya. Raja Anggarajim sempat berpikir sejenak, tapi penghuni istana dan tokoh kerajaan serta masyarakat yang telah berkumpul, mendukung raja agar persyaratan tersebut dipenuhi. Mereka mengatakan hal itu pantas buat balasan atas kejahatan mereka.

Putri Batang Iou2

Rangga Huning atau Putri Batang Iou

Putri Rangga Huning pun menyanyikanpining anjei, tobu mallou, anjeihon au, hu rumahni inang”, maka pohon pinang dan tebu melenkung ke bawah sehingga dengan mudah sang Putri turun. Raja Anggarajim bergegas memeluk putrinya dengan mengatakan “ai ou, batang- batang”6 rupanya yang menyelamatkan putriku. Kata-kata “ai ou, batang- batang”7  diucapkan Raja Angga Rajim berulang- ulang  sambil  menangis  gembira  memeluk  putrinya  Rangga  Huning.  Sehingga  masyarakat  yang datang  banyak  yang  menyebut  Putri  Rangga  Huning  jadi  Putri  Batang  Iou,  karena  memang sebahagian masyarakat tidak mengenalnya.

 

Dongmaranim, Bungaranim, Horpinim, Ramalinim, Sarpinim, Hotmaranim, Rohmainim, Marinim dan Horanimpun diperintahkan berbaring telungkup di masing-masing tangga Istana. Dongmaranim telungkup di tanah sebelum tangga, berturut turut adeknya di masing-masing tangga, dan Horanim  di lantai istana setelah tangga. Posisi itu disusun karena tangga istana hanya tujuh, Dongmaranim sebagai anak yang paling tua harus yang pertama jadi pijakan. Putri Rangga Huning pun menaiki istana dengan memijak satu persatu kepala kakaknya, tetapi ketika tibagiliran kepala Horanim, ia tidak perlu  menginjaknya karena  sudah  berada  di lantai  istana, jadi cukup dilangkahi. Kejadian itu disaksikan oleh tokoh istana dan masyarakat banyak.

Putri Batang Iou

Putri Rangga Huning dan Ayahandanya

Beberapa waktu kemudian Putri Rangga Huning lebih dikenal sebagai Putri Batang Iou berdasarkan  kejadian  ketika  pertama  kali  dia  kembali  ke  halaman  istana.  Seiring  perkembangan waktu karena kecakapan dan pengetahuan  dari Putri Batang Iou jauh melebihi semua saudaranya termasuk adik laki-lakinya, maka kepadanya lah diberikan wewenang mengendalikan kerajaan. Masyarakat yang sakit banyak diobati Putri Batang Iou, bahkan panglima perang dan prajurit- prajurit pun hormat kepadanya karena kemampuan beladiri dan strategi perangnya melebihi mereka. Dalam banyak hal kerajaan dibenahi oleh Putri Batang Iou sehingga kehidupan rakyat bertambah makmur. Beberapa kali serangan musuh datang, Putri Batang Iou langsung memimpin prajurit untuk menumpasnya. Lama-kelamaan nama Putri Batang Iou makin tenar  sampai  ke kerajaan-kerajaan tetangga, sehingga orang-orang menyebut kerajaan yang dipimpinnya menjadi Kerajaan Batang Iou.

 

———————————————————————————————–

Keterangan:

1 ) Hupi hupi tumbuhan merambat seperti pohon anggur, daunnya juga mirip, tetapi berduru, namun buahnya seperti strawberry warna merah menyala bila telah matang, rasanya manis asam sedikit.

 

2 Tunas muda hupi hupi mirip seperti tunas muda tumbuhan asparagus.

 

3 Sop sopan adalah pohon yang daunnya lebar-lebar, buahnya sebesar kelereng dan banyak, tetapi isinya cairan yang rasanya sangat manis.

 

4 . Rahu adalah tanaman yang sekilas mirip beringin tetapi daunnya lebih lebar dan buahnya ada di sepanjang batang pohon.

 

5 Tobu Mallou adalah sejenis tebu yang tidak pernah lurus tumbuhnya selalu bengkok menjauhi pokoknya, diantara semua jenis tebu, tebu malloulah yang pohonnya paling besar. Sedang mengenai pinang ada yang menafsirkan bahwa yang dimaksud sebenarnya adalah hotang mallou, yaitu sejenis rotan yang batangnya besar seperti pinang, buahnya juga seperti pinang dan tumbuhnya mirip seperti tobu mallou.

 

6 Batang Pohon yang telah tua atau lapuk atau terserabut dalam masyarakat Simalungun disebut batang-batang.

 

7 Batang Pohon yang telah tua atau lapuk atau terserabut dalam masyarakat Simalungun disebut batang-batang.

 

———————————————————————————————————————————————