Custom Search

SEBUAH PERMENUNGAN

PANDA PARULIAN TURNIP

TENTANG KONDISI 

LAGU DAN MUSIK SIMALUNGUN TERKINI

 

Oleh: Panda Parulian Turnip

Panda Parulian Turnip, Lagu dan Musik Simalungun

 

Neosimalungunjaya.comADA APA DENGAN LAGU DAN MUSIK SIMALUNGUN KINI? Seperti yang kita ketahui bersama bahwa lagu dan musik suatu daerah boleh dikatakan sebagai parameter kreatifitas suku tersebut. Lagu dan musik merupakan wadah ekspresi yang dapat menggambarkan kondisi mental-emosional dan kesadaran kolektif suatu kelompok masyarakat. Tulisan kali ini merupakan cerita permenungan salah seorang personil Marsal Band, Panda Parulian Turnip, ada kegundahan dalam dirinya terkait kondisi lagu dan musik Simalungun sekarang. Mari kita simak apa katanya…

 

AKHIR TAHUN 2016 LALU, saya berkesempatan merayakan akhir tahun di kampung. Saya adalah seorang penikmat musik terlebih lagu dan musik Simalungun. Sebenarnya ada keinginan yang dalam hendak mengenal lebih jauh kondisi blantika musik dan lagu Simalungun terkini. Masihkah lagu Simalungun primadona di dalam bus-bus yang melintasi jalan-jalan di wilayah kabupaten Simalungun? Masihkah pembelian kaset album lagu Simalungun merupakan prioritas dibanding dengan album lainnya? Atau sudah berapa lama kita tidak lagi membeli album Simalungun? Terlalu banyak pertanyaan yang bersiliweran dalam pikiranku…

Saya sempatkan untuk bertanya kepada banyak orang. Apakah kiranya yang terjadi dengan lagu dan musik Simalungun. Aku tersentak kaget dan prihatin dengan aneka jawaban dan masukan mereka. Aku membatin.

Sore itu di teras rumah, kuraih gitar yang selama ini menemaniku di perantuan. Sambil memetik nada-nada lagu Simalungun kesukaanku, aku bertanya dalam diri. Apakah yang terjadi…?

Masih terngiang jawaban beberapa orang yang mengatakan bahwa lagu Simalungun terkesan monoton. Kenapa? Kenapa ada kesimpulan seperti itu, ya?

Ah, mungkin karena mereka tidak lagi menemukan lagu yang berjiwa baru dari tahun ke tahun. Tak bisa kupungkiri pula jika di beberapa kedai Tuak Halak Simalungun sendiri, lagu tetangga kita memang masih memiliki tempat tersendiri di hati mereka. Kata pedendangnya, karena lagunya enak, berkarakter dan aransemennya pun oke pula. Hmmm… wajarlah jika dinikmati pula, ya khan? Sepanjang tidak ada peraturan yang melarangnya khan?

Apa yang terjadi dengan lagu dan musik Simalungun?

Pertanyaan ini sudah sejak lama menghentak-hentak di dalam pikiranku. Mungkin karena minimnya penggunaan instrumen musik, pikirku. Memang, daya tarik sebuah lagu akan berkurang, feeling-nya datar, dan miskin akan bakat sehingga lagu dan musik itu cenderung lemah – monoton. Atau bisa saja karena kering akan ide dan wawasan baru yang tidak tertuang dalam proses pembuatan lagu dan musik itu sendiri. Jadi tak perlu heran jika lagu yang beredar di masyarakat terkesan umum saja, tidak ada gairahnya.

Sementara lagu daerah tetangga, di antara mereka ada yang bahkan sampai menerjemahkan lagu Barat ke bahasanya dengan notasi yang sama.

Hmmm… petikan gitarku makin pelan… ada semacam pikiran memberi teguran kepadaku, “Baiknya kita segera memberesi soal kualitas musik Simalungun mulai dari pelibatan instrumen yang kompleks, aransemen yang matang, proses rekaman yang berkualitas, dana yang cukup dan tentu perlu pembuatan video clip yang bagus.”

Lagu Simalungun terkenal dengan inggounya, ini perlu dipertahankan dengan dibarengi perbaikan-perbaikan tadi. Soal suara, penyanyi Simalungun juga banyak yang bernada tinggi serta berkualitas. Oh iya, kita harus berani studi banding dengan tetangga kita yang sudah lebih dulu berani meninggalkan comfort zone-nya dengan hanya memakai 2-3 alat musik saja – era itu sudah lama berlalu bagi mereka. Mereka telah lama bereksplorasi bebas dengan instrumen musik yang kompleks.

Dan memang dalam industri musik, dukungan instrumen yang kaya dan aransemen yang serius dan kuat pastilah memerlukan biaya lebih, namun biaya produksi yang tinggi itu sebanding dengan hasilnya, bukan? Masyarakat luas yang haus akan musik dan lagu berkualitas pun pasti akan mengapresiasinya.

Berada pada zona aman dengan hanya menggunakan 2-3 alat musik saja (keyboard, gondrang dan sulim), memang berbiaya lebih murah. Namun pilihan seperti ini saatnya lah kita pikir ulang, karena hal tersebut ternyata merugikan masyarakat Simalungun itu sendiri dalam waktu jangka panjang. Sebenarnya Simalungun sudah memiliki seorang Noah Sumbayak dan aransemen lainnya yang telah menghasilkan karya musik berkualitas.

Di banding dengan saudara kita Toba, karakter vokal mereka memang terkenal tinggi, mereka konsisten pada jangkauan nada tinggi sehingga lirik lagu dan musik bisa diatur sesuai porsinya masing-masing. Mereka lebih berani berkreasi lebih jauh dalam mengolah musik dan lagunya, ditambah pula adanya dukungan dan penerimaan penikmat musik dan lagu mereka yang positif. Ini merupakan hal yang patut kita tiru.

Kembali ke Simalungun lagi, kita ‘mahal’ di inggou-nya, namun ketika instrumen moderen mengiringi, kita sampai saat ini masih kesulitan untuk memaksimalkannya. Upaya kita belum sepadan. Kita masih perlu duduk bareng dan bekerjasama untuk memadukan semua kualitas, baik dari unsur penyanyi, aransemen dan pemain musik, supaya harmonis dan berkarakter. Supaya musik dan lagu kita lebih bergairah lagi.

Petikan gitarku berhenti… aku mesti lebih banyak belajar lagi. Bertanya kepada para senior, riset dan bertanya kepada para orangtua kita. Harapanku hanya… semoga musik dan lagu Simalungun kian membahana. Semoga. (Editor admin NSJ –DEP)

 

——————————————————————————————————————————————————————