Custom Search

Pemkab Simalungun Seyogianya Makin Ketat

dalam Pengelolaan Keuangannya

 Oleh Drs Rikanson Jutamardi Purba, Ak

rikanson-jutarmadi-purba2

Rikanson Jutarmadi Purba

 

“Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan

kepada lembaga perwakilan,

dinyatakan terbuka untuk umum.

 

DEMIKIAN isi pasal 19 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.  Pemerintah (daerah) sekarang tak boleh lagi menutup-nutupi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Apalagi sudah ada pula UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Ketika DPRD relatif kurang menjalankan tupoksi pengawasannya dengan baik, sebenarnya masyarakat umum, LSM, serta media (massa dan/atau sosial), diharapkan keaktifannya untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan pemerintahan di daerah.

Jika kita mencermati LHP BPK RI atas LKPD Kabupaten Simalungun Tahun Anggaran 2015 (LHP tertanggal 18 Juli 2016 yang terdiri atas:  No. 54.A/LHP/XVIII.MDN/07/2016 atas Laporan Keuangan, No. 54.B/LHP/XVIII.MDN/07/2016 atas Sistem Pengendalian Intern, dan 54.C/LHP/XVIII.MDN/07/2016 atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan), ada beberapa hal krusial yang harus jadi perhatian kita bersama.

Yang krusial terutama mencakup hal-hal yang dikualifikasikan oleh BPK RI dalam opini auditnya serta kesalahan (errors) atau kecurangan (frauds) yang berpotensi masuk dalam tindak pidana korupsi yang mengakibatkan untuk tahun anggaran 2015, Pemkab Simalungun hanya mendapat opini WDP (Wajar dengan Pengecualian) dari BPK.

 

Hal-hal krusial tersebut antara lain sebagai berikut:

  1. Ada 62 unit aset tetap senilai Rp 242,89 juta yang tidak didukung dengan data yang disajikan secara rinci. Selain itu, penilaian atas 1.267 unit aset tetap tidak dilakukan karena masih dicatat dengan nilai antara Rp 0 – Rp 247. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian atas angka tersebut.
  2. Penyusutan atas 7.618 unit aset tetap jalan, irigasi, dan jaringan senilai Rp 326,14 juta pada Dinas PSDA belum dilakukan. Seandainya disajikan, maka nilai akumulasi penyusutan per 31 Desember 2015 akan lebih besar secara signifikan.
  3. Pengelolaan pendapatan pajak dan retribusi daerah pada 34 SKPD (satker), pengelolaan kas di bendahara penerimaan pada 15 satker, pengelolaan persediaan pada 54 satker, dan pengelolaan Aset Tetap, semuanya belum tertib.
  4. Pengelolaan PAD pada RSUD Perdagangan belum tertib dan terdapat penggunaan langsung minimal sebesar Rp 337,73 juta serta pendapatan belum disetor ke kas daerah sebesar Rp 111,44 juta.
  5. Pengenaan sanksi administratif sebesar Rp 1,33 M belum diterapkan atas pajak dan retribusi daerah yang terlambat atau belum disetorkan.
  6. Piutang PBB P2 (Perkotaan dan Perdesaan) selisih dengan data SISMIOP sebesar Rp 1,79 M serta penetapan PBB P2 kurang sebesar Rp 44,49 juta dan lebih sebesar Rp 2,14 M.
  7. Retribusi pengendalian menara telekomunikasi (PMT) minimal sebesar Rp 1,61 M tidak dapat direalisasikan.
  8. Pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja bantuan sosial (bansos) belum tertib.
  9. Bantuan hibah sebesar Rp 43,64 juta belum dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban bantuan hibah sebesar Rp 147,67 juta tidak sesuai ketentuan. Pertanggungjawaban yang tidak sesuai ketentuan ini menyeret-nyeret nama GKPS Kongsilaita Sondiraya. Pada TA 2015, dianggarkan dan direalisasikan belanja hibah kepada panitia pembangunan gereja tersebut sebesar Rp 2 M. Di tahun anggaran sebelumnya, gereja tersebut telah menerima bantuan hibah sebesar Rp 900 juta, sehingga totalnya Rp 2,9 M. Masalahnya, pengelolaan dana hibah dilaksanakan oleh PT SMA sebagai kontraktor pelaksana dan panitia pembangunan gereja tidak berperan aktif dalam pengawasan pembangunan dan tidak meminta laporan kemajuan fisik pembangunan. Panitia hanya menerima foto-foto pembangunan dan nota/kwitansi pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban Rp 147,67 juta yang tidak sesuai ketentuan tersebut terdiri atas kekurangan pertanggungjawaban dana yang Rp 2 M tersebut sebesar Rp 11,72 juta dan indikasi mark-up harga material Rp 135,95 juta.
  10. Pembayaran biaya pemungutan PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (P3) sebesar Rp 1,42 M tidak sesuai ketentuan. Pemkab Simalungun menerima biaya pemungutan PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (P3) triwulan III (Juli-September 2015) dari Kemenkeu sebesar Rp 1,70 M. Seharusnya, menurut pasal 1 KMK No. 83/KMK.04/2000 tentang Pembagian dan Penggunaan Biaya Pemungutan PBB, biaya pemungutan PBB P3 tersebut adalah dana yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional pemungutan PBB yang dilaksanakan oleh Ditjen Pajak dan Daerah. Yang terjadi justru Pemkab Simalungun melakukan bagi-bagi uang tersebut sebesar Rp 1,42 M di antara 57 pejabat/pegawai, mulai dari Bupati hingga staf Bidang Dana Bagi Hasil DPPKA (Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset) Kabupaten Simalungun.
  11. Sembilan paket pekerjaan pada dua satuan kerja (satker) belum dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp 559,28 juta.
  12. Realisasi belanja upah pekerja dan as built drawing pada 14 pembangunan ruang kelas baru (RKB) sebesar Rp 84,59 juta tidak tepat.
  13. Kekurangan kas sebesar Rp 396,81 juta dan pembayaran tidak didukung bukti pertanggungjawaban sebesar Rp 13,25 juta pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Nagori (BPMPN).
  14. Terdapat kelebihan perhitungan pada 24 paket pekerjaan di Dinas Bina Marga sebesar Rp 88,91 juta.

Ke depan, Pemkab Simalungun seyogianya makin ketat dalam pengelolaan keuangannya, sehingga hal-hal krusial tersebut di atas tidak berulang terus. Seandainya ada anggota masyarakat atau LSM semacam SCW (Simalungun Corruption Watch) yang mengadukan Pemkab Simalungun atau oknum-oknum pejabatnya kepada penegak hukum, itu adalah suatu keniscayaan.

Terutama ketika saat ini KPK tengah membuka diri untuk menerima –dan tentunya menindaklanjuti– pengaduan masyarakat (dumas), maka pemerintah (utamanya pemerintah daerah) tidak boleh bermain-main lagi dengan pengelolaan dan pengawasan keuangan yang dipercayakan kepadanya.

Sebagaimana yang dikatakan Ahok, karakter seorang pemimpin akan kelihatan jelas ketika dia diberi kepercayaan memegang jabatan tertentu. Masyarakat Simalungun dapat melihat karakter pemimpinnya, apakah pemimpin tersebut benar-benar mengabdi untuk rakyatnya sehingga mendapat dukungan sejati masyarakatnya bahkan untuk suatu jabatan lain yang lebih tinggi, atau malah mengecewakan masyarakatnya sendiri.

Waktu akan menjawabnya…!

 

Baca juga:

PEMKAB SIMALUNGUN BOROS