Tari Tradisional Simalungun:
Tortor Huda-huda/Toping-toping
~Sebuah Tarian Pada Acara Adat Kematian di Suku Simalungun
Oleh: Tim Tortor Elakelak Simalungun
Konon ceritanya, pada sebuah kerajaan di Simalungun, seorang Putra Mahkota kerajaan meninggal dalam usia yang sangat muda. Kematian putra mahkota ini membuat goncangan dan duka yang mendalam bagi Puang Bolon (Permaisuri Raja). Anak satu satunya, calon pewaris tahta Matei Matalpok (meninggal ketika masih lajang)
Berhari hari sang Puang Bolon menangisi jenasah sang putra Mahkota yang terbujur kaku. Sang Puang "Martangis-tangis" siang dan malam. Sang Puang Bolon tidak merelakan kepergian buah hatinya dan tidak memperbolehkan anaknya di kuburkan. Lama kelamaan mayat (bangkei) Putra Mahkota membusuk dan mengeluarkan bau yang sangat menyengat. Bau itu bisa tercium dari semua sudut Rumah Bolon atau istana kerajaan. Bahkan ketika angin berhembus dengan kencang baunya bisa tercium ke seluruh Pamatang Harajaon (Kota Raja).
Peristiwa ini menjadi buah bibir di seantero kerajaan. Sang Raja sudah kehabisan cara untuk mangipuk (menghibur) Puang Bolon, tapi tetap saja hasilnya nihil. Setelah semua cara yang dicoba tidak menghasilkan hasil, akhirnya Raja membuat sebuah sayembara: Barang Siapa yang bisa membuat Puang Bolon tersenyum dan melupakan kesedihannya, maka akan mendapat hadiah, tapi jika usaha itu gagal akan mendapat hukuman yang berat.
Sayembara ini kemudian di"mongmong"kan (diumumkan) keseluruh pelosok kerajaan, ke semua huta.
Berita tentang sayembara ini juga sampai ke telinga sekelompok orang yang senang Martalun (berburu). Pada hari itu mereka mendapat buruan berupa seekor burung Enggang/Onggang. Mereka memasak hasil buruannya (Dongkei Harangan) di sebuah Talun (tempat memasak gula aren) di luar kampung. Sambil meminum tuak dari garung garung (tempat minum dari bambu) mereka menikmati daging tadi sebagai tambul.
(sumber foto: internet)
Dalam kondisi tenggen manis (setengah mabuk) mereka berguyon satu sama lainnya. Ada seorang diantara mereka yang usil membuat topeng (manggana) dan menggunakan kepala burung Enggang tadi yang tidak bisa ikut dimasak. Dia juga menutupi seluruh tubuhnya dengan sigundal dan bigou yang ada di Talun itu. Dia membuat ekor-ekoran topeng yang dibuatnya itu dari rotan yang memang biasanya banyak tergantung di talun itu (panrahut tunggom).
Dia menari sambil membuat gerakan lucu. Hal ini sontak membuat teman temanya yang lain tertawa terbahak bahak.
Kelucuan ini juga menimbulkan ide bagi yang lainnya. Salah seorang diantara mereka membuat topeng berbentuk laki laki (Toping Dalahi) dan perempuan (Toping Naboru) dari bahan pelepah Pinang/Pining – yang biasanya dipakai sebagai tempat Parburihan/cuci tangan. Dia menghiasi kepala topeng itu dengan rambut dari Aributni Bagot / ijuk pohon Aren.
Topeng itu kemudian dipakai menari dan setiap orang penari juga memakai "lantang" atau tas rajut dari bahan tumbuhan Bayuon. Tingkah polah lucu ini membuat mereka tertwa terbahak bahak. Ketika sudah merasa capek tertawa, sambil duduk, satu dari mereka mengusulkan agar mereka mengikuti sayembara yang dibuat Raja.
Ide ini kemudian disepakati dan akhirnya mereka membuat Toping / toping yang lebih bagus. Sebab toping dari pelepah / hulampah pinang gampang rusak atau mengerut.
Akhirnya mereka membuat topeng yang lebih bagus dari batang Pohon Gambiri / Kemiri yang banyak ditemukan diseputar Talun. Batang kemiri ini dipilih karena cenderung lebih gampang di ukir dan juga ringan. Mereka juga membuat patung Enggang tadi menjadi lebih bagus. Dibuatlah kain penutup tubuh si penari tadi dari kain warna Silopak/Putih di bagian atas, kain warna Sigerger/Merah dibagian Tengah dan kain warna Sibirong Hitam dibagian paling bawah.
Dengan berpakaian seperti itu mereka datang ke Rumah Bolon Raja. Cara ini sekaligus untuk menutupi identitas mereka. Ketiga orang penari ini meminta gual/perangkat musik tradisional Simalungun dimainkan. Dikemudian hari gual ini disebut Gual Huda-huda. Tortor ini kemudian disebut Huda-huda karena Topeng tadi dianggap mirip dengan Huda/ⁿKuda. Gerakan kaki para penari ini juga ini menirukan langkah kuda.
Suara gual di halaman istana mengusik telinga sang Permaisuri. Dari Tingkap (jendela) Rumah Bolon dia melihat di Alaman Bolag (alun alun) ada yang menari dengan gerakan yang aneh dan lucu. Tarian ini kemudian berhasil mencuri perhatian sang Permaisuri yang sudah lama dirundung duka. Dia turun mendekat ke Alaman Bolag dan terbuai dengan suasana yang diciptakan oleh para penari yang kocak ini dan sejenak bisa melupakan kesedihannya.
Ketika sang Permasuri di Alaman Bolag sang Raja menyuruh punggawa kerajaan untuk memakamkan jenasah sang Putra Mahkota. Sebuah peristiwa luar biasa akhirnya juga terjadi. Sesudah menyaksikan Tortor huda huda itu, sang Permaisuri mendapat pencerahan dan bisa menerima kematian sang buah hati. Sang permaisuri berujar: "Nalaho salpu do hape ganup dunia on" (ternyata hidup ini juga akan berakhir).
Karena sudah bisa membuat Sang Permaisuri tertawa, sang Raja meberi hadiah kepada para Panortor tersebut dan memberi hak istimewa dan perlindungan dari kerajaan. Di hari hari tertentu para penari tadi keliling kampung dan memberi tontonan kepada penduduk. Sesudah manortor/menari mereka mengambil telur dari Sangkak (tempat ayam bertelur), tanpa dimarahi penduduk.
Pada perkembangan selanjutnya, tradisi ini dipertahankan pihak kerajaan pada setiap ada acara kematian. Tapi pada perkembangan selanjutnya tradisi ini disesuaikan dengan tradisi yang sudah ada.
Mandingguri bani Horja Adat Simalungun
Dalam tradisi Simalungun, Mandingguri atau Pahata Parugas – perangkat musik tradisional Simalungun yang terdiri dari: Sarunei, Gondrang, Ogung dan Mongmongan – hanya dilakukan pada acara kematian yang disebut Sarimatua atau Sayur Matua.
Sayur Matua adalah ketika seseorang meninggal dimana anaknya sudah menikah semua dan mempunyai cucu.
Sedangkan Sari Matua diantara anaknya ada yang belum menikah. Dalam tradisi Simalungun menikahkan anak anaknya adalah Utangnya orang tua. Dan pada saat acara Sari Matua atau Sayur matua yang pertamakali Memukul Gondrang / Mamungkah Pahata Parugas adalah Cucu Laki laki dari anak laki laki pertama, kalau tidak ada cucu dari anak laki laki baru boleh oleh cucu tertua lainnya. Cucu ini yang disebut Pahompu Panggoranan. (Tutur dalam adat suku Simalungun sudah pernah disinggung dalam tulisan sebelumnya).
Pada setiap acara kematian pihak keluarga Kerajaan, Tortor Huda huda atau Toping toping ini ditampilkan untuk Mangipuk namarpusok ni uhur (mengibur handai taulan yang berduka), ase ulang tonjan (tidak larut dalam duka yang mendalam). Apalagi acara adat kematian Sayur Matua, yang meninggal dunia dianggap sudah sempurna hidupnya sebagai manusia. Maka sudah sewajarnya agar setiap anak anak dalam mendoakan agar kedua orangtuanya agar hidupnya bahagia dan Sayur Matua.
Lagu Horas Sayur matua yang di nyanyikan Liz Mayer bisa di download dihttp://www.4shared.com/mp3/PS-dvL_F/HORAS_SAYUR_MATUA.html?
Horas Sayur Matua – Liz AK Saragih feat Rudi Lingga
boras sabur saburan
i babouni pinggan pasu
horas hita ganupan da ale
sai jumpahan pasu pasu
horas hita ganupan da ale
sai jumpahan pasu pasuhoras sayur matua ham bapa
horas sayur matua ham inang
horas sayur matua hita on
sai jorgit ulang mahuahoras sayur matua ham bapa
horas sayur matua ham inang
horas sayur matua hita on
sai jorgit ulang mahuaijon hita marpesta tanda malas paruhuran
sanina tondong boru da ale, sir sir bei marsiurupan
sanina tondong boru da ale, sir sir bei marsiurupanhoras sayur matua ham bapa
horas sayur matua ham inang
horas sayur matua hita on
sai jorgit ulang mahuahoras sayur matua ham bapa
horas sayur matua ham inang
horas sayur matua hita on
sai jorgit ulang mahuamanurduk ma napatut bani suhut i luluan
irandu 'pa umpasa da ale, nalappot tumang tangaraon
irandu 'pa umpasa da ale, nalappot tumang tangaraonhoras sayur matua ham bapa
horas sayur matua ham inang
horas sayur matua hita on
sai jorgit ulang mahua
Horas Sayur Matua | Simalungun: http://youtu.be/4e7eRLE48oM
Dalam era kekinian, Tortor Hudahuda ini juga dianggap sebagai bagian dr atraksi budaya dan diperlombakan pada Pesta Rondang Bintang Simalungun. Dan beberapa festival tari Nusantara Tortor Huda huda ini juga cukup menyedot perhatian penonton:
IKJ Jakarta, Tari Huda Huda – Simalungun Dance:http://youtu.be/aCfO7SpLb18
ISI Solo, TORTOR HUDAHUDA FROM BATAK SIMALUNGUN By JAMIN PURBA: http://youtu.be/Lp9W1BP1z14
Sebagai rasa tanggungjawab dan kepedulian terhadap Tortor Huda-huda ini, Perguruan Dihar Tortor Elakelak Simalungun memberikan pelatihan Tortor ini bagi siapapun yang tertarik.
Bagi anda yang tertarik mempelajari bisa langsung datang ke:
Sanggar Tortor Elakalak Simalungun
di Sirpang Daligraya, Kelurahan Daligraya, Kab. Simalungun, Sumut 21162. CP. Bapak Sahat Damaik – 081376217763.
Atau juga menghubungi:
Jhon Damanik
Jan Veriadi Sumbayak
Jhones Girsang
Seniman Na Tarlantar
Horas Sabur-saburan
Ibabouni Pinggan Pasu
Horas Hita Ganupan (da ale)
Sai Jumpahan Pasu Pasu
——————————————————————————————————————————————–