Pisou Simalungun
HARIAN METRO SIANTAR, Sabtu (20/8) hal. 1

Kegiatan Diskusi Bulanan Sanggar Budaya Rayantara diliput Harian METRO SIANTAR, Agustus 2016
Pisou (pisau) dalam kehidupan sehari-hari masyarakat memiliki banyak manfaat. Secara umum pisau digunakan sebagai alat memotong, mengiris, membelah dan fungsi lain yang membutuhkan fungsi tajam pada mata dan ujung pisau.
Catatan: Edimancer Saragih
Bagi masyararakat Simalungun, pisau sudah menjadi peralatan utama sejak zaman dahulu, baik dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, maupun di kalangan Upas (tentara kerajaan), Partongah maupun raja.
Ada jenis tumbuk lada, pisau yang biasa dimiliki para Partongah, panglima maupun Raja. Ada juga jenis keris maupun belati yang hanya dimiliki petinggi – petinggi kerajaan. Secara umum, torjang atau halhalan banyak dipakai kalangan masyarakat. Biasanya digunakan untuk alat marhobas (bekerja bersama), semisal memotong dan mencincang daging ayam, atau hewan ternak lainnya. Digunakan juga sebagai alat memotong dan mengiris tandan pelepah aren muda, untuk diambil airnya (aren).
Biasanya torjang sengaja diasah sedemikian tajam, lebih tajam dibandingkan pisau lain seperti gupak atau parang. Selain tajam, torjang maupun pisau tumbuk lada memiliki sarung dan suhul yang diukir sesuai dengan selera dan memiliki makna.
“Suhul (pangkal pisau), biasanya terbuat dari kayu. Tapi zaman dahulu, untuk kalangan terbatas, digunakan suhul dari tanduk rusa maupun gading,” kata GJM Tuah Purba Pakpak, dalam diskusi Pelestarian Pisau Simalungun di Gedung Kesenian Museum Simalungun, Kamis (18/8).
Dijelaskan Tuah Purba, suhul pisau memiliki banyak kegunaan pada zaman dahulu. Tawar atau obat-obatan penawar racun, biasanya disimpan di suhul (gagang). Bahkan ‘jimat’ juga disimpan di suhul, sehingga pisau memiliki kekuatan gaib. Pemilik pisau keramat, biasanya memiliki kekuatan yang mampu menundukkan atau mengendalikan pihak lain.
“Sijolom suhul ni pisau, memiliki makna memegang kendali. Itu makna suhul dan pisau saat zaman nenek moyang kita.” kata Tuah Purba.
Sementar Sully Sinaga, seorang perajin pisau, termasuk membuat sarung dan suhul, mengatakan bahwa dirinya menekuni pembuatan pisau khusus pisou khas Simalungun, setelah melihat koleksi orangtuanya. Merasa mampu, ia mengembangkan bakat dengan membuat pisau dengan sarung dan suhul ukir khas Simalungun.
“ Saya belajar sendiri, tapi ketertarikan saya sangat besar dengan seni dan budaya Simalungun,”katanya.Soal motif suhul, lanjutnya, ada motif manuk-manuk (burung), naga maupun lambing yang maknanya sebagai penangkal atau obat.
Sultan Saragih, dari Sangar Budaya Rayantara yang memandu diskusi, berharap budaya Simalungun dapat tetap lestari dan bisa mensejahterkan para pelakunya. Termasuk keberadaan pisau Simalungun yang banyak digunakan sejak zaman kerajaan sampai sekarang. Bahkan masih banyak kolektor pisau peninggalan orangtua zaman dahulu, yang dipercaya memiliki kekuatan gaib dan lebih penting ada karya seni yang terlihat nyata di pisau itu. Mulai dari suhul, baik yang terbuat dari tanduk maupun kayu, ada pahatan-pahatan yang memiliki makna. Di sarung (bungkus) pisau juga ada lukisan yang dihasilkan perajin pisau handal.
“ Karya seni itu yang mau kita lestarikan. Bagaimana perajin membuat pisau dengan ukiran khas, kemudian mayarakat Simalungun memilikinya sebagai fungsinya maupun sekadar koleksi,” katanya.
Sultan berharap ke depan semakin tumbuh kecintaan terhadap budaya Simalungun, semakin banyak yang mengenal dan menggunakan hasil kebudayaan simalungun..
sumber: HARIAN METRO SIANTAR, Sabtu (20/8) hal. 1

Pegait Budaya dan Tradisi Simalungun – Sijolom Suhul Ni Pisou