Custom Search

Oppung Raminah Garingging Setia Mewariskan Seni Tradisi Kepada Generasi Muda Simalungun

sumber: Lovely Magazine edisi 20 I Okt 2014

Penulis : Sultan Saragih, bekerja di kajian budaya Rayantara

oppung-raminah-garingging

Oppung Raminah dan Sanggar Budaya Rayantara

Raminah Saragih Garingging (80) lahir di sorbadolog, 10 Oktober 1934. Sorbadolog sebuah kampung yang dibatasi oleh dinding tebing bukit dan dikelilingi banyak aliran air, masih wilayah kec. Silou Kahean Kab. Simalungun. Sejak bayi, kedua orang tua nya, Tuan Ikan Sorbadolog dan Panakboru Panis Purba Tambak selalu memberi makan serba sayur sayuran dan tidak pernah memberi ikan atau daging. Kebiasaan ini terbawa hingga besar bahkan sampai hari tua walaupun ia tidak pernah mengenal ajaran dan sikap hidup vegetarian.

Setelah mulai remaja, Tutua (nenek) membawa Raminah ke Sorbananti untuk dibimbing sekolah oleh Tengku Utih (orang tua dari Tengku Tokoh), Kerajaan Padang Tebing Tinggi. Pada masa itu hubungan antara klan Saragih Garingging dari Kerajaan Raya dengan klan Saragih Dasalak dari Kerajaan Padang Tebing Tinggi sangat erat hubungan sesama saudara. Di sana ia diajari menganyam, membuat tikar, menjahit kebaya dan lain lain agar dewasa penuh dengan ketrampilan. Sesudah sekolah, ia belajar menari tari payung, tari piring, lancang kuning dari guru tari Bu Bakul, juga tari simalungun Bagot I Huta Nami dengan pelatih Datuk Bustami.

Pada tahun 1956, ia kembali ke Sorbadolog. Tetapi tidak lama harus mengikuti latihan sukarelawan militer selama 3 bulan, keterlibatan indonesia dalam penyelesaian konflik perang Israel dengan Mesir. Keberangkatan dibatalkan sebab sudah dapat diatasi dengan diplomasi perdamaian. Lalu ia mengikuti pembuatan film dengan sutradara besar P. Ramlee di Medan dan Singapura dengan judul “Turun Hujan di Tengah Hari”. Raminah berperan sebagai isteri tidak tahu diuntung, mengikuti pembuatan film berikutnya hingga selama 1 tahun. Tak lama kemudian, Pada tahun 1957 ia menikah dengan Saudin Sinaga dari kampung Bah Tonang, hingga kini memiliki satu putera dan dua puteri.

Mayor Andreas Lingga yang saat itu menjabat sebagai Kepala Museum Simalungun, memintanya datang berkunjung ke Rumah Bolon Pamatang Purba. Ia terkejut, karena tiba tiba sudah diperkenalkan kepada par sarunei dan panggual, pemain musik tradisional yang sudah berada di sana, serta langsung diminta jadi pelatih tari simalungun.

“Dari mana jalanku bisa mengajar tari simalungun ? Kenapa aku tiba tiba di hunjuk jadi pelatih ?” Tanyanya heran.

Ilham datang kepadanya, ia menyerahkan semua intuisi nya kepada Tuhan, dengan tekun mendengarkan suara gonrang, ternyata mampu menari banyak tor tor simalungun dengan sendirinya. Raminah selalu bertanya dan mengamati langsung perilaku belalang lalu menjadi tor tor Balang Sahua yang bermain berpasangan, mencermati tingkah laku kera lalu menjadi Tor Tor Bodat Na Haudanan, mempelajari karakter pemancing lalu menjadi Tor Tor Makkail, begitu juga dengan Tor Tor Sirintak Hotang, Imbou Manibung, Manogu Losung dll. Semua peristiwa itu ia pelajari semasa bekerja di tengah ladang, perjalanan bersama saudara ke sungai dan hutan.

Setelah beberapa lama bergaul dengan panggual (pemain musik tradisional) di Rumah Bolon tersebut, akhirnya ia juga mampu memainkan gonrang. Bakat ini bermula dari kebiasaan semasa remaja mendengarkan group kesenian tradisional orang tua nya dulu di Sorbadolog. Ia mengingatkan banyak alat musik tradisional simalungun yang sudah tidak lagi dikenal seperti garantung, tawak tawak (satu buah gong kerajaan), tjaulul/tengtung, tulila, gonrang sidua dua dll.

Ia juga memiliki banyak perbendaharaan legenda atau cerita rakyat simalungun termasuk inggou turi turian (cerita yang disampaikan dengan cara bernyanyi), diantara nya legenda Pining Anjei, Rottagan kisah putera Tuan Jorlang Hataran, Sae Sae (Pesan Perang), Dolok Simarsulpit Simarsolpah (Raksasa membuang Sopah/ampas sirih), Kisah Tuan Bandar Pulou, Kisah Gasing Tuan Mortiha (asal mula Saragih Dasalak), Jambak Malayur (Raja beristeri dua), Tanduk Murlei Urlei (Kisah gadis bertujuh), Kisah Kerbau dan Kera bertukar suara, dll. Ayahnya memiliki kebiasaan selalu mendongeng sebelum semua anak anak nya tidur.

Raminah juga mengetahui obat tradisional Simalungun yang berasal dari daun daunan. Misalnya daun Sialagundi, daun sengketan, jeruk hajur, bawang batak, kemiri, hajor untuk penyakit epilepsi. Daun bunga raya dan madu untuk penyakit panas dalam. Kunyit dan temu lawak untuk penyakit maag, bila sudah blooding bisa memakai lapuyang dan telur bebek hijau, serta berbagai tanaman obat obatan lainnya.

Setelah beberapa lama melatih tari Simalungun di RS Vita Insani, kini ia memilih hidup sederhana menikmati usia senja dengan bertani bercocok tanam di Tanjung Pinggir, Siantar. Walau telah berusia 80 tahun, Raminah masih menerima ajakan siapa saja bila hendak memajukan seni tradisi simalungun. Bersama Sanggar Budaya Rayantara, ia kini mengajarkan kepada remaja putri sebagai upaya regenerasi, Tor Tor Ilah Panakboru Uou (Burung Merak Simalungun) yang sudah 50 tahun tidak pernah diperlihatkan.